Rabu, 13 Agustus 2008

MENCARI MALAM QADAR

Rekan & Rekanita Gemilang77,
Insya Allah sebentar lagi kita akan menemui bln Ramadhan....
Semoga bermafaat....

(posted by Nanank)


Malam Qadar (Lailatul Qadr) adalah malam yang memiliki nilai kemuliaan tersendiri di sisi Allah swt. Barang siapa yang beribadah di dalamnya, maka pahalanya lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang shalat di dalamnya satu rakaat, maka ia sama juga dengan melaksanakan shalat sebanyak seribu rakaat. Demikian agungnya malam ini sampai-sampai Allah merahasiakan kapan terjadinya malam tersebut. Demikian ini agar setiap kaum muslimin tetap istiqamah dalam ibadah dan bersungguh-sungguh mencarinya selama bulan Ramadhan masih ada.

Malam Ganjil Dari Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan
Kendati dirahasiakan, malam yang agung tersebut akhirnya diberitakan oleh Rasulullah saw bahwa adanya pada sepuluh hari terakhir yang ganjil di bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits dari Abu Salamah bahwa suatu ketika ia pergi menuju Abu Sa’id al-Khudri. Setibanya di sana, ia langsung mengajak Abu Sa’id ke sebuah tempat di bawah pohon kurma dan memintanya agar menceritakan apa yang didengarnya dari Nabi saw seputar lailatul qadar.
Abu Sa’id menjawab, “Rasulullah saw beritikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, kami pun ikut beritikaf bersamanya. Kemudian Jibril datang kepada beliau dan berkata, “Sesungguhnya malam yang engkau cari itu ada di depanmu.” Maka beliau pun beriktikaf lagi sepuluh hari paruh kedua bulan Ramadhan. Jibril datang kembali dan berkata kepada beliau, “Sesungguhnya malam yang engkau cari itu ada di depanmu.” Maka di pagi hari tanggal 20 Ramadhan, Nabi saw berceramah: “Siapa yang mau beriktikaf bersama Nabi saw, maka hendaklah ia pulang sekarang. Sesungguhnya aku melihat Lailatul Qadar tetapi aku lupa kapan persisnya. Yang jelas malam itu berada di sekitar sepuluh hari terakhir yang ganjil. Ketika itu aku sujud pada tanah liat yang berair.” Sebagaimana diketahui, atap masjid Nabawi terbuat dari pelapah pohon korma. Saat itu, kami tidak melihat apa-apa di langit. Kemudian hujan turun. Kami shalat bersama Nabi sehingga aku melihat bekas tanah dan air menempel di kening Rasulullah saw. Aku pun yakin bahwa perkataan beliau tersebut adalah benar.” (Muhammad Ibrahim:1986:157)

Hakikat Malam Qadar
Allah swt berfirman: “Malam kemuliaan (al-Qadr) itu lebih baik dari seribu bulan.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr, 97: 3-5).
Dari ayat tersebut, paling tidak ada empat pendapat ulama tentang makna al-Qadr. Pertama, penetapan. Malam al-Qadr adalah malam penetapan Allah atas perjalanan hidup makhluk selama satu tahun. Pendapat ini mengacu pada beberapa dalil antara lain firman Allah: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. al-Dukhan, 44: 3-4).
Kedua, peringatan. Yakni pada malam turunnya al-Qur’an, Allah swt mengatur khittah atau strategi bagi Nabi-Nya (Muhammad saw) guna mengajak manusia kepada kebajikan. Ketiga, kemuliaan. Ini berarti bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur’an pada malam yang mulia. Malam tersebut menjadi mulia karena kemuliaan al-Qur’an sebagaimana Nabi-Nya (Muhammad saw) mendapat kemuliaan dengan wahyu yang beliau terima. Ada juga yang memahami kemuliaan tersebut dalam kaitannya dengan ibadah, dalam arti bahwa ibadah pada malam tersebut mempunyai nilai tambah berupa kemuliaan dan ganjaran tersendiri, berbeda dengan malam-malam lain. Ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang yang tadinya tidak memiliki kedudukan yang tinggi akan mendapatkan kemuliaan, apabila pada malam itu mereka dengan khusyu’ tunduk kepada Allah, menyadari dosa-dosanya serta bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Keempat, sempit. Yaitu ketika al-Qur’an diturunkan, malaikat-malaikat dari langit banyak yang turun ke bumi sehingga bumi pun menjadi sempit. (M. Quraish Shihab:2004: XV/426-427)

Malam Qadr Sebagai Tolok Ukur Keimanan
Beristiqamah dalam beribadah sepanjang bulan Ramadhan adalah sesuatu yang sangat diharapkan. Rasulullah saw sendiri tidak henti-hentinya beritikaf selama bulan Ramadhan. Hanya saja frekuensi itikaf beliau diintensifkan dengan menyuruh seluruh isi rumahnya untuk bersama-sama pergi ke masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan suci ini.
Di antara hikmah kenapa Allah tidak menginformasikan kapan persisnya malam al-Qadr itu datang, agar hamba-hambaNya bersikeras untuk memburu dan mencarinya sepanjang malam-malam bulan Ramadhan. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa karakteristik manusia condong pada hal-hal yang enak dan santai. Ketika siang hari mereka letih berpuasa, tentu pada malam harinya mereka ingin beristirahat dengan puas dan mengembalikan staminanya seperti semula. Lebih-lebih jiwa manusia mudah sekali bosan apabila melakukan sesuatu yang monoton. Tidak heran apabila di hari-hari awal bulan Ramadhan, mereka tekun berpuasa, bersedekah, dan bertadarus, serta beriktikaf di masjid, tetapi hari-hari berikutnya mereka merasa jenuh dan satu persatu meninggalkan itu semua.
Dengan demikian, perlu adanya motivator yang mendorong mereka untuk tetap beristiqamah dalam beribadah mulai awal sampai akhir bulan Ramadhan, bahkan sampai tahun berikutnya. Adanya lailatul qadr adalah salah satu pendorong mereka agar bersungguh-sungguh dalam beribadah dan mencari malam yang mulia ini selama bulan Ramadhan. Adapun informasi Jibril yang memberitahukan kepada Nabi saw bahwa malam al-Qadr itu terdapat pada sepuluh hari terakhir yang ganjil di bulan Ramadhan, menunjukkan atas mulianya malam-malam tersebut. Dengan meningkatkan ibadah di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir di bulan yang penuh berkah ini, diharapkan Allah akan menjadikan penutup bulan ini sebagai penutup yang baik dan penuh berkah bagi mereka yang mengisinya dengan amal dan ibadah.
Begitu pula lailatul qadr dapat dijadikan sebagai tolok ukur keimanan seseorang. Jika seseorang mendapatkan malam ini pada bulan Ramadhan, maka ia akan beristiqamah dalam beribadah di bulan-bulan berikutnya. Karena Ramadhan adalah kawah candra dimuka untuk menempa jiwa seorang muslim dalam menjalankan ibadahnya kepada Allah swt dan menjauhi larangan-Nya.
Keimanan berbeda dengan pengetahuan. Iman bersumber dari dalam hati, sedangkan pengetahuan bersumber dari akal. Tidak sulit mengubah pendapat yang didasarkan pada ilmu dan nalar, tetapi sangat sulit mengubah idea dan kepercayaan yang bersumber dan berada di dalam hati. Boleh jadi seseorang mengetahui sesuatu, tetapi hatinya tidak dapat mempercayainya. Iman serupa dengan rasa kagum. Dua orang yang memiliki pengetahuan yang sama tentang satu objek, boleh jadi kekaguman di antara keduanya berbeda. Keimanan pun demikian. Pengetahuan memang mengukuhkan iman, tetapi ia bukan syarat bagi lahirnya iman.
Memburu Lailatul Qadr selama bulan Ramadhan terutama pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan suci ini, akan memanifestasikan keistiqamahan dalam beribadah dan meningkatkan nilai keimananan yang berujung pada ketakwaan kepada Allah swt. Dan inilah main target dari adanya perintah puasa Ramadhan.(*)
Subhanaallah...

Tidak ada komentar: